Skip to main content

Highlight

Lebih Sakit Meninggalkan atau Ditinggalkan?

9 Jam di Gunung Ireng Gunungkidul, Cara Terbaik Merayakan Kepulangan


Pernah nggak sih kamu bangun tapi ngerasa cape banget padahal nggak melakukan aktivitas berat?

Itu saya rasakan selama beberapa minggu berturut-turut, padahal kerjaan di kantor duduk dan ngetik. Sempat berpikir kalau itu terjadi karena ketidakmampuan mengatasi pergantian shift setiap minggunya.

Lah tapi kalau dipikir-pikir kan itu sudah terjadi selama satu tahun, masa tubuh masih kagetan aja sih?

Nggak, nggak. Saya yakin itu bukan karena pergantian shift. Untung nih kerjaan saya memang nyari artikel dan nulis. Jadi pas kerja saya bener-bener nyari artikel tentang fenomena yang lagi terjadi dalam hidup saya.

Sempet mikir itu gejala depresi, guys.

Ada beberapa gejala depresi yang relate banget sama kehidupan saya, mulai dari badan cape sampai ngantuk terus bawaannya.

"Hmmm... Bisa jadi sih. Sekarang ini banyak yang nggak bisa terhindar dari yang namanya depresi," kata saya dalam hati, sok tau banget pokoknya.

Ini nih artikelnya, ini.

Walau nggak yakin, saya memutuskan untuk mencari solusinya. Cukup panjang perenungan untuk menemukan jawaban atas semua yang terjadi belakangan ini.

Hingga saya menyadari kalau mungkin udah merasa cukup dengan segala yang dipunya saat itu.

Pekerjaan. Teman-teman. Kesenangan.

((( KESENANGAN )))

Saya butuh sesuatu yang baru. Dan saya mencoba sesuatu yang baru. Saya memutuskan keluar dari zona nyaman. 

Keluar dari zona nyaman, kembali ke kota sebelumnya.

Suatu malam setelah kegiatan yang cukup padat dan pikiran penuh, saya yang kebetulan lagi di Jogja menemui beberapa teman kelas kuliah di tempat yang emang sering buat ngumpul. Hari itu saya nyengir cukup lebar karena ada kepastian tentang langkah kehidupan berikutnya: Pindah kerja.


"Bulan depan aku kembali ke Jogja lhoooooooo!," ucap saya excited sementara reaksi mereka datar aja.

Oke thanks, sudah biasa.

Yes, akhirnya saya memutuskan untuk pindah kerja, keluar dari zona nyaman.

Nggak sedikit yang kritis atas keputusan saya saat itu.

"Ntar kalo kamu bosen lagi, pindah lagi?"

Perlu ditegaskan sih, itu bukan bosen. Tapi beneran karena saya merasa sudah waktunya.

Saya nggak mungkin bosen kerja di sana. Itu IG Story saya ketawanya nggak editan kaya foto yang di feed

Baca cerita resign saya di sini.

Setelah koar-koar akan kembali ke Jogja, satu-satunya yang terpikir adalah piknik.

Astaga.

Ya gimana, selama satu tahun lebih empat bulan merantau di tempat baru saya terbilang jarang banget piknik. Tidur udah jadi penyegaran buat saya yang jatah liburnya satu hari aja. Makanya hal yang pengen banget saya lakukan setelah kembali tinggal di Jogja adalah piknik, yang bisa diwujudkan oleh teman-teman kelas kuliah saya.

Hari yang ditunggu-tunggu pun dateng, meski nggak jelas kaya biasanya.

Piknik sama anak kelas itu nggak perlu rencana yang tersusun rapi. Kita sering banget random, yang penting berangkat. Bayangin aja, beberapa jam sebelum waktu camping kita masih belum nentuin tempat. Meski kayanya cukup banyak yang pengen ke pantai, tapi kita mutusin pergi ke tempat yang deket-deket aja karena kondisinya lagi nggak memungkinkan. Setelah berbagai ide tempat, akhirnya dipilihlah Gunung Ireng di daerah Gunungkidul.

Saya pernah ke sana waktu tahun 2016. Lokasinya deket banget. Saya berangkat setelah sahur dan cuma melalui perjalanan 45 menit bisa liat matahari terbit yang cantik banget.

Dengan jarak yang nggak terlalu jauh dan pemandangan yang ada, jadilah Gunung Ireng sebagai tujuan. Kita berangkat sekitar jam 8 malam dari Jogja. Se-san-tai itu.

Ya karena saya pikir ingat jalannya yang sangat dekat itu. Tapi ternyata tidak.

Perjalanan awal terasa sangat indah ketika memasuki Bukit Bintang Yogyakarta. Nggak ingat kapan terakhir lewat sana, dan ternyata Jogja dari atas makin gemerlap aja.

Untuk arah menuju Gunung Ireng, cek di sini ya.

Setelah belok kiri dari Bukit Bintang, lampu-lampu kota di bawah sana makin indah. Seriusan indah banget sampai mau nangis liatnya.

Terharu saya tuh bisa liat pemandangan kaya gitu lagi.

Ya ampun saya memang lebay.

Setelah perjalanan lurus yang panjang, akhirnya saya lupa arah. Hehehehe. Untungnya saya nggak diomelin kaya momen #LiburanBarengElga. Kita memanfaatkan GPS untuk perjalanan selanjutnya dan cerita dimulai dari situ.

Nggak tau ya saya bener-bener lupa arahnya padahal setau saya tuh dulu cuma lurus, belok, belok lagi, sampe. Tapi waktu itu lupa. Bahkan sampai yang ditanyain, "Udah inget pernah lewat jalan ini belum?"

Saya menggeleng. Yang terjadi selanjutnya bikin melongo!

Elah.

Akhirnya kita ngikutin GPS. Bayangin aja dong kita canggung banget lewat di depan orang-orang yang lagi pengajian. Bayangin aja dong kita melewati jalanan terjal di antara pepohonan tanpa penerangan sama sekali kecuali lampu motor. Bayangin aja dong jalan terjal itu membawa kita kembali ke jalan semula.

"Aku tadi sampai bilang, 'Permisi...'," kata seorang teman.

YA MONMAAP SIAPA YANG NGGAK NGERI KALAU UDAH MUTER JAUH DI JALANAN YANG  GELAP TAPI UJUNGNYA BALIK LAGI.

Tapi itu sepertinya kesalahan membaca Google Map. Akhirnya kita berpikir lagi menemui jalan turunan yang gelap banget. Sempat ragu, tapi arahnya memang ke sana. Akhirnya kita turun dan tetep mengikuti Google Map. Sampai akhirnya nemu warung untuk bertanya dan untungnya bener.

Setelah ketemu jalan masuk menuju Gunung Ireng, di situlah saya menemukan kejanggalan. Soalnya seinget saya, dulu tuh saya beloknya kanan untuk menuju lokasi. Sementara kita beloknya kiri.

Berarti kita datang dari arah berbeda.

Berarti kita memutar.

Mau mikir tapi lelah. Soalnya kita sampai di atas itu udah sekitar jam 10.

Akhirnya kita segera mendirikan tenda dan mulai masak-masak air untuk bikin mi dan kopi.

AKHIRNYA NGOPI DI BAWAH RIBUAN BINTANG YA ALLAH TERIMA KASIH ATAS NIKMAT DUNIA INI.

Bintang malam itu mungkin nggak seterang di Bukit Kosakora, tapi cukup untuk menghangatkan hati yang tengah merana setelah mengalami masa transisi kehidupan.

Mau nangis lagi, pemandangan kaya gitu ternyata sangat sangat sangat dirindukan.

Menjelang jam 12 malem Memey dan Dira seperti biasa udah mengantuk dan memutuskan masuk ke tenda. Kita masih nunggu kedatangan beberapa teman yang mau nyusul sementara kita mau merayakan ulang tahun Memey. Bodo amat Memey udah tidur, setelah formasi lengkap akhirnya kita bangunin dia untuk mengucapkan selamat atas hadiah kehidupannya dari Tuhan.



Malam itu  saya, Memey, Dira, Hary, dan Momon berujung duduk di luar tenda sambil video call seorang teman yang sekarang stay di Jakarta. Sementara yang lainnya udah pada nyaman di tenda.

Ternyata malam hari menuju pagi di sana semakin indah. Kita disajikan pemandangan kabut yang menutupi dataran di bawah dan bintang di atas kepala. Ya ampun ini perasaan yang nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Bahagia dan rasa 'nyes' di hati itu susah dideskripsikan. Ditambah lagi denger playlist yang menenangkan. 

Halo semesta, saya kembali menyapa~

Eaaa~ Eaaa~ Eaaa~

Malam itu diam-diam saya curhat sama bintang di langit. WKWKWKWKWK nggak, alay. Saya cuma merenungi aja perjalanan hidup selama satu tahun. Masih keinget Januari 2017 lalu, satu hari sebelum pindahan ke Solo saya menghabiskan malam sama temen-temen camping saya ini.

Mei 2018, malamnya setelah saya kembali ke Jogja, ketemunya mereka lagi.

Jalan hidup siapa yang tau ya. Pas balik lagi ke Jogja, saya baru sadar nggak pernah membayangkan ini terjadi. Saya inget-inget lagi tuh, pas pindah di Solo saya pernah kepikiran abis itu akan ke mana lagi apa nggak. Ternyata nggak pernah kepikiran, saya menjalani semuanya dengan seneng-seneng aja.

Kembali ke Jogja memang menyenangkan, tapi separuh kehidupan saya kaya ketinggalan di Solo. Mungkin banyak yang mikir drama banget si Elga perkara resign aja lebay gini. Tapi serius, Ada banyak hal yang harus saya lepaskan di sana. Banyak banget. 

Jadilah di malam hari menuju pagi itu menjadi momen di mana saya menerima kenyataan kalau saya sudah nggak di Solo.


Saya baru masuk tenda sekitar jam 3 pagi setelah sebelumnya minta dibangunin pas warna langit udah mulai berubah. Tidur saya emang nggak nyenyak-nyenyak banget jadi pas dibangunin satu setengah jam kemudian langsung denger dong.

Saya langsung keluar dan langit pagi sebelum matahari terbit sudah tiba.

AND AAAIIII WILL OLWEEEYYYSS LOOOOVV YUUU~~

Langsung pengen bikin video klip di atas bukit di bawah warna langit yang indah.

Segera ambil ponsel untuk memotret pemandangan pagi itu. Segera berpose untuk dokumentasi yang siapa tau bisa dipamerin di feed Instagram.

Astaghfirullah.......

Setelah puas mengambil foto, bersantai melihat keindahan semesta adalah hal wajib.

Terima kasih Ya Allah atas matahari yang selalu terbit setiap pagi. Indah. Hehehe. Meskipun saya jarang bangun pagi. Hehehe.


Setelah matahari mulai meninggi kami pun segera membereskan tenda serta barang-barang, tidak lupa membuang sampah dan sampai di kos/rumah secara selamat sekitar jam 9 pagi.

Lalu saya tertidur selama enam jam dan seperti terlahir kembali.

Saya seneng. Banget.

Hehehehe.

Lalu, bagaimana kehidupan setelah bermalam di Gunung Ireng?

Klik halaman selengkapnya.

Ehehe nanti ya, saya kerja dulu~

Comments