Skip to main content

Highlight

Lebih Sakit Meninggalkan atau Ditinggalkan?

Liburan ke Nusa Penida Bagian 1: Rumah Pohon, Diamond Beach, dan Atuh Beach

Nusa Penida

Beberapa waktu terakhir, kayanya ada yang hilang dari hidup saya. Rasa-rasanya, saya kehilangan minat untuk hal-hal yang disuka dalam hidup. Saya udah nggak ngikutin drama Korea lagi. Udah nggak punya playlist favorit dan nggak pakai spotify. Masih hobi beli buku tapi nggak ada yang dibaca. Dan sudah sangat jarang menulis.

Lihatlah postingan di tahun 2021, 10 tulisan saja nggak sampai.

Kayanya di tahun 2021 saya mulai merasa terengah-engah karena pergerakan kehidupan dimulai lagi setelah setahun sebelumnya semuanya kaya berhenti. Semakin sibuk kerja di kantor, sekalinya nongkrong circle-nya masih satu bidang ujungnya bahas itu-itu lagi.

Mengcapek~

Dan wow kehidupan asmara akhirnya bergejolak di setengah tahun terakhir 2021, karena Elga si pemalas ini akhirnya mau effort dan berjuang untuk seseorang. Agak geli mengatakannya but yes i did it.

Yah...Meski ending-nya harus seperti di video-video TikTok.

"Tunjukkin satu video, di mana kamu hancur banget tapi hidup terus berjalan."

Terus scene-nya saya udah mau nangis di depan laptop sambil bilang dalam hati, "COY JANGAN SEDIH KERJAAN BANYAK."

WKWKWKWKWKWKWKWKWKWKWK KALAU SEKARANG DIINGET UDAH KETAWA ALHAMDULILLAH.

Itu semua berkat lagu dan video klip Mba Raisa yang judulnya "Love and Let Go".

"Cause time and time again, I stayed true.

But this time I won't choose you."

MONANGEEEEEEEEEEES LIRIKNYA BIKIN SADAR SEKETIKA.

Padahal sahabat saya udah pernah bilang: Kamu bisa mencintai seseorang tanpa kehilangan dirimu sendiri.

Tapi saya nggak sadar-sadar juga. Untung ada Mba Raisa. Meskipun nggak kenal tapi saya lebih nurut pas denger lagunya Mba Raisa daripada dengerin kata-kata sahabat sendiri.

Dan ya, i choose me.

Momen titik balik memilih diri sendiri daripada orang yang disayang ditutup dengan memutuskan berbahagia pergi liburan.

Kalau kata anak sekarang namanya healing. WKWKWKWKWKWKWKWK.

Yaudah, berangkatlah saya healing.

Bermodal bilang "Izin pamit healing yaaaa..." dan "saya mau cuti jangan ganggu saya" ke semua orang.

Tujuan healing kali ini adalah Nusa Penida.

Modal nekat, saya dan dua teman membeli tiket, sewa tour travel, dan lain-lainnya hanya 6 hari sebelum keberangkatan.

Apa saja keperluan utama dalam healing ke Nusa Penida ini?

Transport, penginapan, dan tour travel.

Untuk transport, setelah survey berbagai tiket pesawat dari beberapa bandara ke Bali, akhirnya nemu harga paling masuk dompet budak korporat yaitu PP dari Surabaya.

Tentu saja belum termasuk tiket kereta api. Tapi semua itu tetap lebih murah dari keberangkatan di kota lainnya.

Untuk tiket pesawat berangkat dari Surabaya, saya dapat harga promo Rp363.000 sedangkan pulangnya Rp560.000.

Sementara tiket kereta berangkat ke Surabaya adalah Rp150.000 dan pulangnya seharga Rp200.000.

Jadi kalau ditotal untuk transportnya, saya mengeluarkan uang sekitar Rp1.200.000 karena ada potongan 12.12 juga waktu itu.

Namanya juga traveling dengan minimalisir budget, tentu yang harus dikorbankan di sini waktu. Saya berangkat naik kereta Sabtu malam sementara penerbangannya masih Minggu pagi. Mau nggak mau saya bermalam di stasiun sampai subuh.

Gapapa dua tahun lalu menunggu pagi di Changi juga bisa. Tetap ingat kalau bukan keturunan Rafathar.

Baca: Menunggu Pagi di Bandara Changi

Setelah dapat tiket transportasi, saya mulai mencari tour and travel di Nusa Penida. Saya menemukan beberapa opsi tour and travel di Instagram, menghubungi satu per satu untuk detailnya.

Setelah menelepon beberapa tour and travel, akhirnya saya menemukan satu yang klik nih secara harga dan pelayanan. Budget 3 hari dua malam di Nusa Penida memakai tour and travel untuk tiga orang adalah sekitar Rp820.000 per anak.

Setelah itu, saya mencari hotel untuk bermalam di Bali satu hari sebelum pulang. Hotelnya deket-deket bandara aja, biar besoknya pas pulang nggak keburu-buru. Saya dapat penginapan di sekitar Kuta dengan harga promo sekitar Rp150.000 tapi nambah buat satu orang sekitar Rp130.000.

Pas beres semua urusan transport, penginapan, dan tour travel, saya sama temen saya langsung diam dulu.

"KOK UDAH BANYAK YA PENGELUARAN INI?"

WKWKWKWKWKWKWKWKWKWKWKWKKWK.

Langit, bisakah kau turunkan uang? Aku ingin liburan tanpa mikir budget~

Setelah semua sudah dipesan, seminggu kerja saya mencicil semuanya buat kira-kira libur lima hari. Karena kata sahabat saya nggak boleh liburan cuma buat lupain seseorang, sambil kerja saya sadar ini liburan buat nyenengin diri sendiri. Setelah setahun kerja. Setelah babak belur dihajar 2021.

Ahsedap~

Sabtu sore setelah menyelesaikan semua pekerjaan, akhirnya saya buru-buru ke stasiun buat mengejar kereta jam enam sore. Mana belum antigen. Oh iya antigen di stasiun biayanya Rp45.000 dengan hasil keluar sekitar 15 menitan aja.

Perjalanan menuju Surabaya Sabtu malam itu dimulai dengan angkat-angkat koper. Seperti biasa playlist udah siap. Perjalanan kali ini ditemani OST Rapijali. Jadi agenda di kereta udah tertata yaitu dengerin musik, nonton, beli mi, tidur.

Jelang tengah malam, kereta akhirnya sampai juga di Surabaya.

Surabaya Gubeng

Ternyata malam di Stasiun Gubeng ramai, jadi nggak ngerasa forever alone. Kamar mandi dan mushola bersih, yang paling penting ada restoran cepat saji yang buka 24 jam. Malam kita diisi dari ngobrol, tidur, dan melakukan kegiatan-kegiatan gabut lainnya. Sekitar pukul 03.00 saya udah mulai ngantuk dan akhirnya tidur tipis-tipis sampai azan Subuh. Setelah kita semua subuhan, langsung meluncur menuju Bandara Juanda dengan jarak tempuh kurang lebih 45 menit.

Surabaya Gubeng

Karena ini penerbangan pertama di tengah pandemi, tentu saja masih bingung soal prosedur-prosedurnya. Jadi setelah antigen, hasil yang terintegrasi dengan aplikasi harus di-scan dan dapat pernyataan layak terbang.

Nah kalau hasilnya belum muncul di aplikasi tapi kita punya dalam bentuk kertas, bisa validasi manual ke petugas. Nanti akan diberikan keterangan layak terbang juga.

Setelah itu, tinggal check-in dan menunggu keberangkatan.


Keberangkatan dari Surabaya ke Bali cuma 1 satu jam aja. Bahkan setengah jam di udara saya kaget karena tiba-tiba ada pengumuman persiapan landing.

Akhirnya pukul 12.00 WITA, saya sampai di Bali!!!!

Oh iya jangan lupa mengisi e-HAC ya untuk data bepergian. Ingat kita masih di tengah pandemi, jangan lengah!



Dari bandara kita langsung menuju Pantai Sanur karena keberangkatan dari Nusa Penida dari pelabuhan Sanur. Hari itu masih pukul 13.00, saya memutuskan beli kopi dulu di minimarket dan duduk sambil liatin orang berlalu lalang, bukan liat laptop.

Kapan lagi nih duduk di Sanur, dengerin lagu, sambil ngopi. Udahlah saya cuma terharu menikmati momen-momen langka ini.


Pukul 14.00 saya berjalan ke pelabuhan buat nyebrang ke Pantai Sanur pukul 15.00. Biaya nyebrangnya ini juga udah ditanggung oleh tour and travelnya.

Kebetulan keberangkatan jam itu sepi, cuma ada lima penumpang. Pertama kali kan ngerasain nyebrang dari Sanur ke Nusa Penida, jadi agak norak nih teriak-teriak girang. Mana kapalnya kenceng ugha. Jarak tempuh menuju Nusa Penida memakan waktu kurang lebih 45 menit. Tapi pas saya berangkat jadi lebih dari satu jam karena ombak besar dan kapal kesulitan menepi.


Baru ngelihat dan ngerasain banget sih gimana kapal berusaha menepi. Setiap udah maju selangkah, disapu ombak berlawanan arah jadi mundur lagi.

Tiba-tiba #NOWPLAYING Melawan Restu.

Muuuung~ Kin~~ Kaaah~~ Aku Memintaaa~

Karena kelamaan terombang-ambing di kapal, perut udah mulai kerasa agak mual. Maklum sis biasanya hidup di darat. Setelah perjuangan para awak akhirnya kapal berhasil menepi.

Oh iya jangan lupa pakai sandal aja ya dan lipat celana agak tinggi karena kita naik turun boat bakal nyemplung.



Di pelabuhan, udah dijemput sama tour and travelnya untuk ke hotel. Say hi dulu sama blinya yang ramah.

Perjalanan dari pelabuhan ke penginapan sekitar 20 menitan. Oh iya pas pesan kita juga dikasih pilihan mau di hotel yang view pantai atau bukit dengan rate harga berbeda. Jelas saja memilih hotel dengan view pantai dong.

Kita menginap di Green Beach Inn, yang bener-bener view-nya pantai. Menangyssss indah banget!!! Di Gunungkidul nggak pernah kesampaian bermalam di penginapan kaya selebgram, selalu di tenda. Nggak nyangka aja jadi juga nih bermalam di penginapan view-nya pantai, di Bali lagi!


Kamarnya juga bangunan baru, jadi bersih dan luas banget bahkan kamar mandinya juga bisa buat salto. Asli nggak nyesel. Oh iya udah include sarapan ya dengan pilihan menu nasi goreng dan mi goreng.

Kita sampai di penginapan pukul 17.00 WITA, langsung bersih-bersih dan memulai santai di pinggir pantai. Sambil makan jajan, sambil liat ombak, sambil senyum-senyum.


Beruntung warna langit mulai berubah ungu, dan sesuatu yang udah lama banget nggak saya lihat muncul di pantai, di antara senja: Pelangi!

ALHAMDULILLAH ini beneran semacam hadiah dari Tuhan ya dapet pemandangan indah.

Atau penghiburan.

Hehe.


Di Nusa Penida nggak ada layanan online, jadi makan malam harus kita cari sendiri. Saya sama temen jalan keluar malam-malam mencari warung. Di sepanjang jalan, kita mampir warung dulu buat beli minuman dan jajan. Lanjut jalan lagi dan menemukan warung makan dengan beberapa menu. Setelah melihat-lihat menu, ujungnya tetep ya pesen nasi ayam. FYI harga nasi+ayam yang gede ini sekitar Rp20.000 per porsi.

Setelah makan dan badan mulai berasa lelahnya karena perjalanan panjang, saya udah rebahan sambil main ponsel. Dan untuk pertama kalinya, saya bisa tidur sebelum jam 10 malam dalam beberapa bulan terakhir ini. Lelap sampai besok paginya. Maklum, habis melalui perjalanan darat, udara, dan laut.

Alhamdulillah nikmat tidur inilah yang dicari. Anak '93 emang udah waktunya memasuki sehari-harinya overthinking.

Besok paginya saya kesiangan padahal udah diniatin liat sunrise. Jadi sebelum dijemput jam 9 pagi, saya nyempetin mengintip pagi di pantai dulu.



Hari pertama, kita ke Pantai Timur dulu yang memakan waktu sekitar 45 menit dari penginapan. Jalanannya berliku dan menanjak dengan view pantai di epanjang tepi jalan, lalu berganti jadi pepohonan.

Tujuan pertama kita adalah rumah pohon tapi saya nggak foto di rumah pohonnya karena antre. Ya memang pemalas dasarnya buat nunggu-nunggu kecuali nungguin kamu.

EEEEAAAAA.

Btw niiih permisi pemirsa... Turunnya trekking tangganya jauh ya ternyata...

Tua banget nih badan.


Pas turun sampai ke pantai masih fit lah stamina, pas naiknya lagi mulai terasa balung tuo ini.

Capek banget. Ngos-ngosan. Lima langkah naik tangga berhenti, lima langkah naik tangga berhenti.

Kita udah nggak bisa berkata-kata lagi saking usahanya buat naik tangga. Untung blinya sabar menghadapi wanita-wanita menuju 30 tahun ini yang dikit-dikit memasang ekspresi kelelahan.

Dan ini yang paling penting sih, selama trip ini saya bener-bener bisa menikmati. Nggak ribet minta difotoin dan motoin, soalnya blinya yang foto-fotoin dan videoin kita.

Bahkan blinya ngevideoinnya kameranya sampai muter-muter naik turun WKWKWKWKWKWK MANTEP BANGET NGGAK TUH.

Destinasi 1: Rumah Pohon

Setelah beberapa kali duduk istirahat akhirnya sampai di parkiran juga kita buat lanjut ke Diamond Beach dan Atuh Beach.

AKHIRNYA KE DIAMOND BEACH JUGA SETELAH DIBUAT INGIN OLEH FOTONYA AMMAR ZONI DAN IRISH BELLA.

Wkwkwkwkkwkwkwk.

Sesuai ekspektasi, pemandangan Diamond Beach di foto Instagram dengan aslinya sama-sama bagus. Warna lautnya beda dengan pantai-pantai yang pernah saya datengin.

Tidak lupa foto dulu di tangga fenomenal Diamond Beach untuk dipamerkan pada dunia.

Destinasi 2: Diamond Beach

Setelah itu lanjut ke Atuh Beach yang masih satu lokasi. Sebenernya pengen banget turun ke pantainya, tapi beneran stamina fisik udah nggak kuat. Jadi ya cuma liat dari atas.

Sejak terakhir di Kawah Ijen nggak mampu turun sampai kawahnya, saya udah nggak pernah ngoyo pas lagi traveling gini. Nggak usah mikir mumpung di sini, atau kapan lagi ke sini. Semampunya aja. Inti dari traveling kan menikmati.

Jadi setelah liat Atuh Beach dari atas kita langsung memilih untuk makan siang dulu karena energi sudah terserap habis.

Baca: Kawah Ijen

Destinasi 3: Atuh Beach

Makan siang kita ditemani pemandangan bukit hijau yang sudah satu paket dengan tour and travelnya.

Ada beberapa menu tapi akhirnya saya pilih nasi campur aja. Energi yang terkuras ini butuh karbohidrat sebelum lanjut ke Bukit Teletubbies-nya Nusa Penida.

Makan siang dulu supaya kuat menghadapi kenyataan


Perjalanan ke sana memakan waktu sekitar setengah jam. Setelah daritadi ditemani warna biru, akhirnya pemandangan berganti warna hijau. Di Bukit Teletubbies kita nggak banyak foto-foto. Cuma TikTokan dua kali terus lanjut menghirup udara dan menikmati alam.

Btw, karena ngga ada sinyal, pas di pantai sama Bukit Teletubbies TikTokannya musiknya manual WKWKKWKWKWKW.

Busetdeh... Anak zaman sekarang emang FOMO abis. Nggak bisa kalau nggak bikin konten TikTok tuuuh.

Destinasi 4: Bukit Teletubbies

Sore hari akhirnya kita kembali ke penginapan. Badan rasanya udah lengket kena keringat dan pengen segera mandi. Seperti biasa setelah bersih-bersih langsung bawa makanan dan minuman ke pinggir pantai.

Cuaca agak mendung sore itu, tapi tetap saja pantainya indah. Apalagi Gunung Agung sore itu nggak tertutup awan. Gagah banget melihat Gunung Agung sekaligus pantainya.

Sore itu kita berlama-lama di pantai karena besok sudah tidak lagi melihat pemandangan ini.

Kayanya yang paling bikin saya seneng dari trip kali ini tuh bagian menikmatinya deh. Ini trip paling makmur saya karena dikit-dikit jajan dan makan. Pokoknya nikmatin aja, jangan ada yang ditahan. Pengen ini sikat, pengen itu sikat.



Malamnya, kita bergegas packing lagi karena besoknya bakalan lanjut jalan-jalan tapi sekalian checkout pagi harinya. Kenapa ya, kalau berangkat tuh pas packing rasanya kaya bawa beban, pas packing pulang tuh rasanya lebih lega aja.

Karena udah hari terakhir di penginapan, malamnya saya bertekad buat nonton sunrise. Jam setengah enam pagi besoknya saya udah rebahan di pinggir kolam renang.

Sayangnya pagi itu langit mendung ketutup awan, menyisakan semburat warna orange pagi itu.

Gapapa, begitu juga indah....


Saya suka banget duduk di pinggir pantai di penginapan, bisa liat ombak dan gunung sekaligus.

Anak indie banget nggak tuh.

Tapi emang momen itu di tempat itu beneran enak banget buat healing, sambil dengerin lagunya Mawar de Jongh dan Adikara Fardhi, Rumah Yang Baru. Di sela-sela menikmati waktu libur dan alam itu, saya pun menghayati dalam-dalam penggalan liriknya.

"Semua yang hilang kita cari di sini..."

Dan ya, semoga segala kesenangan saya yang hilang dalam hidup selama beberapa waktu ini ketemu, di sini.

Comments