Skip to main content

Highlight

Lebih Sakit Meninggalkan atau Ditinggalkan?

Backpacker Singapura - Malaysia Bagian 6: Batu Caves dan Central Market

Batu Cave


Sudah tujuh bulan sejak traveling ke Singapura dan Malaysia, saya mulai melambat menulis catatan perjalanan ini. Bukan karena malas atau bosan, justru karena terlalu rindu sampai rasanya sulit menuliskan kata-kata.

Terlebih, rasa rindu ini nggak tau kapan bisa terbayarkan. Nggak tau kapan lagi saya bisa piknik jauh tanpa takut terpapar virus.

Saya tau saya bukan satu-satunya orang yang kangen liburan. Semua orang di dunia saat ini juga pasti kangen liburan dan cuma bisa melihat foto-foto liburan. Kaya saya yang sampai saat ini masih ngeliatin foto liburan jauh ke Singapura Malaysia, dan masih bisa merasakan bagaimana rasanya di setiap momen yang tertangkap kamera.

Baca dulu:


Saat membuka mata di Hari Jumat minggu kedua pada Bulan Desember 2019, saya masih nggak percaya bisa tidur nyenyak di hotel setelah perjalanan panjang dan melelahkan karena kebanyakan mikir. Sesuai itinerary, harusnya saya menghabiskan malam itu di dalam bus dan menunggu pagi di Terminal Bersepadu Selatan. Tetapi keberangkatan dari Singapura yang kecepetan akhirnya membuat saya, Gales, dan Sherly secara mendadak menambah booking kamar jadi dua hari.

Akhirnya, saya bisa tidur nyaman dan nggak jadi menunggu matahari terbit di Terminal Bersepadu Selatan.

Saya bangun dalam keadaan segar, meregangkan kedua tangan di atas layaknya bintang sinetron bangun tidur. Lalu saya membuka jendela, melihat pemandangan di luar. Sherly menyusul terbangun dan otomatis memutarkan lagu EXO.

Pagi itu begitu tenang, begitu menyenangkan. Fresh banget. Kayanya emang butuh tidur nyenyak....... Di hotel.

Belajar dari pengalaman kesiangan di Singapura, nggak berlama-lama saya langsung mandi dan bersiap-siap disusul Sherly.

Gales? Tentu saja masih tidur. HAHAHAHAHAHA.

"Aku mandinya abis Elga...," kata Gales belum bergerak dari kasur.

Saya diem. Sherly diem. Terjadi selama beberapa detik.

"WONG ELGA WIS ADUS KOK. MUNG KOE SIK URUNG (Elga udah mandi, tinggal kamu yang belum)," jawab Sherly ngegas.

WKWKWKWKWKWKKWKWKWKWKWK Gales terkejut dan langsung bangun dari tempat tidur. Untungnya, kami bertiga bukan tipe yang ribet gitu dan cepet banget siap-siapnya.

Setelah formasi lengkap dan siap menjelajah Kuala Lumpur, kami menyempatkan sarapan dulu di rumah makan yang udah kami liat dari semalam. Namanya Husein Cafe, tepat di sebelah Metro Hotel. Biar berasa di Kuala Lumpur, kami pesan Nasi Lemak, Nasi Campur, dan es teh tarik.

Rumah makannya memang ramai, tapi saya nggak berekspektasi apa pun. Begitu makanan dan minuman datang, saya langsung makan buru-buru karena udah laper banget.

"EH ASTAGA TEH TARIKNYA ENAK BANGEEEEEEEEEET...."

"YA AMPUN INI YANG NAMANYA RASA TEH TARIK BENERAN????"

Bener-bener deh terharu banget minumnya. Oke lanjut mencicipi nasi lemak dan nasi campur.

"ASTAGAAAAAAAAAAAAAAAAA INI ENAK BANGEEEEEEET."

Ingin menangys rasanya. Saya merasa selama beberapa hari ini nggak makan secara proper. Makanya pas makan di Kuala Lumpur saya bahagia banget karena merasa akhirnya bisa makan nikmat dan bahagia.

Alhamdulillah.

Kenikmatan makanan dan kekenyangan melenakan semuanya. Ditambah, matahari terlihat begitu terik. Kalau menurut hasil searching, perjalanan naik MRT menuju destinasi pertama di Batu Caves itu sekitar 45 menit. Saya udah siap-siap nih kaya turis menuju Batu Caves.

"Eh Guys kita coba buka Grab yuk. Kalau pakai Grab berapa ya?," kata Gales udah buka hape dengan semangat.

"OMG Guyyyssss cuma Rp60.000 aja!," Gales teriak.

"APAAA?!?!?!?!," saya dan Sherly balas teriak. 

Awal dari segala kesombongan nih, kami bertiga langsung nggak pikir panjang memilih naik taksi online di tengah matahari yang sedang terik-teriknya. Dan nggak menyesal.

Langit Kuala Lumpur hari itu biru banget, matahari bersinar cerah. Sepanjang jalan, saya menatap lekat-lekat jalanan dan langit Kuala Lumpur. Berharap nggak melupakan momen ini. Nggak tau kenapa ya, saya suka banget sama Kuala Lumpur. Ada magnet tersendiri yang saya pun nggak tau itu apa.

Kuala Lumpur

Perjalanan naik taksi online pastinya nggak selama naik MRT yang tulisannya 45 menit. Tiba-tiba kami udah sampai aja di Batu Caves, tepat jelang matahari di atas kepala. Kebayang nggak tuh panasnya kaya apa.

Tangan udah nutupin mata, tapi mata masih merem-merem aja berusaha menghalau sinar matahari yang terang banget. Tapi semua itu tentu kebayar dengan kebahagiaan sampai juga di Batu Caves. Meski nggak masuk ke dalem karena berbayar (tetep ya), kami udah cukup puas menyusuri setiap sudut Batu Caves. 

Sebenarnya kami bertiga nggak punya itinerary khusus di Kuala Lumpur kecuali Petronas. Jadi semuanya serba santai di Kuala Lumpur. Nggak kaya waktu di Singapura, kami ribet banget mematuhi aturan waktu karena harus pindah satu tempat ke tempat lain.

Memang, hidup yang dikejar-kejar target sama bersantai dinikmati tuh beda.

Batu Cave

Batu Cave


Dari Batu Caves, kami lanjut ke Bukit Bintang. Tentu saja... Pakai taksi online. Biayanya seinget saya sekitar Rp60 ribuan juga. Saya nggak ada bayangan yang gimana-gimana soal Bukit Bintang, kami ke sana juga karena ada titipan temen buat belanjain satu barang. Sekalian cari makan siang karena menurut referensi yang dibaca lokasinya oke buat kuliner.

Pas sampai... Ini bukan Bukit Bintang di Jogja, tapi sama magisnya.

Bukit Bintang KL adalah sebuah tempat perbelanjaan yang megah dan ramai. Saya suka banget vibes-nya. Jalanan yang ramai, gedung-gedung tinggi, dan banyaknya turis. Semuanya menyatu, semua tampak bahagia di bawah langit Kuala Lumpur yang saat itu biru banget.

Bukit Bintang Kuala Lumpur


Nggak berlama-lama, kami langsung masuk ke mal untuk membeli titipan. Secara random layaknya di Indonesia, kami yang liat promo-promo tergiur belanja.

BAYANGIN AJA UDAH JAUH-JAUH KE KL UJUNG-UJUNGNYA SAYA BELI MASKER PROMO. HADEUH.

Mana newbie banget nih kan ya, pas petugas di kasir menyebutkan jumlah nominal saya bingung duitnya yang mana AHELAH. Pokoknya saya pilih uang paling gede aja biar aman. Tapi kasirnya untung liat terselip uang yang nominalnya lebih kecil.

"Yang warna hijau aja, Mbak"

"Oh.. ini?"

Muka saya cengo abis. WKWKWKWKWKWKWKWK.

Setelah belanja, kami akhirnya keliling cari makanan. Pertama, saya pengen banget beli ChaTime versi KL karena di poster tembok kok menggoda banget, mana habis panas-panasan kan ya. Yaudah saya cari dulu kan ya. Habis itu Sherly pengen makan roti Hokkaido yang pernah dimakan BTS kalau nggak salah kata dia. Ya udah kami beli.

"BELI SHER!!! BELI APA PUN YANG PENGEN DIBELI!!!"

Akhirnya kami keluar mal dan segera menikmati cerahnya Bukit Bintang lagi sambil makan dan minum. Begitu nyedot pertama... Ya rasanya selayaknya ChaTime. Tapi karena nyedotnya di luar negeri ya jadinya enak. Eheheheeh norak lu, El.

Tapi pas makan rotinya.... MA SHA ALLAH ALHAMDULILLAH YA ALLAH ATAS REZEKIMU.

ENAK BANGET!!!!!!!!

Di jalanan Bukit Bintang KL itu, saya sebahagia itu bisa melihat pemandangan indah dan makan makanan enak.


Bukit Bintang Kuala Lumpur


Jam menunjukkan pukul 14.00, kami harus segera ke tempat berikutnya: Central Market (Pasar Seni). Biar nggak boros-boros amat, kami mencoba memutuskan naik MRT di Malaysia. Kami naik dari MRT Station Bukit Bintang ke MRT Pasar Seni. Nggak kaya di Singapura, kami nggak prepare kartu jadi rencananya pakai kartu sekali jalan yang ternyata bukan kartu bentuknya.

HA GIMANA TONG MAKSUDNYA?

Bentuknya bulat warnanya biru kaya tutup botol air mineral. Saya kaget. Sherly kaget. Gales kaget.

Itu apaan? Gimana cara pakainya?

Jadi, kami harus beli tiket di mesin otomatis yang harganya saya lupa deh sekitar 1,4 ringgit atau 2,5 ringgit untuk ke MRT Pasar Seni. Nah nanti setelah menyelesaikan pembayaran, benda bulat berwarna biru itu akan keluar dari mesin.

Cara kerjanya sama kaya pakai kartu di SG, tinggal tap saat masuk. Nah pas sampai, nanti benda bulat berwarna biru itu dimasukin ke bolongan kaya celengan di pintu keluar.

WOW! Gitu aja saya terpana kan ya. Terus agak-agak nggak rela gitu melepas benda bulat berwarna biru saking uniknya.



Kami akhirnya jalan kaki dari MRT Pasar Seni ke Pasar Seninya. Agak bingung jalannya ke mana, cuma bisa ikutin Google Map. Di saat bingung itu, ada satu mas dari Cina yang sendirian dan juga mau ke Pasar Seni. Karena bersatu lebih kuat, kami akhirnya memutuskan untuk bersama-sama mencari jalan ke Pasar Seni yang sebenernya tinggal nyebrang doang.

Tentunya seperti biasa urusan bincang-bincang kami serahkan pada Gales sebagai ahlinya berbahasa Inggris. Saya sama Sherly cuma nguping-nguping aja. Kalau ada yang ngerti dikit nyaut. Tapi abis itu diem lagi. Capek, capek. Jangan sering-sering mikir.

Sampai di Pasar Seni, kami berpisah sama masnya yang udah ditungguin temannya ternyata. Jangan harap ada kisah-kisah lain kaya di FTV-FTV. Kagak ada!!!!

Baikah. Saatnya berbelanja.



Awalnya saya cuma budget Rp500 ribu buat belanja oleh-oleh di Pasar Seni, tapi ternyata...

KALAP GUYS!!!

Pertama-tama tentu saya membeli milo, teh tarik, dan jajanan untuk diri sendiri, keluarga, teman-teman kantor, teman-teman dekat. Rp200.00 pun melayang.

Setelah itu, kami jalan-jalan membeli kaus, souvenir, tas dan segala macam hal yang bisa buat oleh-oleh. Rp200.000 melayang lagi. Harga rata-ratanya sebenernya mulai dari 10 ringgit, makanya rasanya kalap banget semua pengen dibeli.

Masih banyak yang pengen saya beli, terutama jajanan. Ya ampun kalap banget, kacau. Teringat masih punya uang SG, saya sama Sherly nggak kontrol lagi. Kami langsung ke penukaran uang dan bersiap belanja lagi! Untungnya Gales tetap waras dan terkontrol di tengah kegilaan dua temennya yang belanjanya udah kaya kena uang kaget.

ASTAGHFIRULLAH DUIT BELANJA SAYA LEBIH BANYAK DARIPADA TIKET PESAWATNYA. MONANGES TAPI NGGAK MENYESAL.

ASTAGHFIRULLAH LAGI.

Central Market Kuala Lumpur


Di Pasar Seni, kami udah kaya kena uang kaget tapi waktunya lebih dari dua jam. Kebetulan ketemu ibu-ibu dari Indonesia yang jualan jajanan di sana. Selain kami langsung akrab banget dan titip segala macam belanjaan selama kami ke sana kemari, setiap dateng lagi ibunya ngeluarin produk jajanan baru.

HADUHLAH KAMI NGGAK TAHAN DAN TERGODA BELI. GITU TERUS AJA SAMPAI UANG KAMI UDAH NGGAK TERSISA LAGI.

Kalau masih ada, pasti saya masih beli ini itu. Sebelum bener-bener mengakhiri belanja, ibunya masih bolak-balik kasih kami jajanan gratis HUHU baik banget. Dan kami sempetin selfie dulu sebelum berpisah.

Semoga bisa bertemu lagi ya, Buk!


Central Market Kuala Lumpur


Keluar dari Pasar Seni, kami menenenteng sekitar 7 tas belanja besar dan memutuskan ke hotel dulu pakai taksi. Saking banyaknya tuh tas belanja, naik turun sampai bingung ngitungnya agar tidak ada yang tertinggal.

Sepanjang perjalanan ke hotel, di sore hari menuju senja di Kuala Lumpur, setelah menghambur-hamburkan uang tapi saya nggak merasa menyesal, saat itulah saya berpikir....... Inikah rasanya menjadi Nagita Slavina?????


- BERSAMBUNG -

Comments