Skip to main content

Highlight

Lebih Sakit Meninggalkan atau Ditinggalkan?

Jangan Berhenti Mencintai

Setiap orang akan jatuh cinta karena itu perkara mudah. Tapi tidak semua orang bisa mencintai, terlebih mencintai yang belum tentu balas mencintai.

Saya memiliki seorang sahabat perempuan. Dia pernah menghabiskan sangat banyak hari dengan seorang laki-laki. Namun pada hari entah seribu berapa, dia berpisah. Bukan inginnya, tetapi kehendak si laki-laki. Sebagai perempuan pada umumnya dia menangis meski tahu perpisahan yang terjadi adalah faktor keadaan. Dia patah hati dan mengirimi saya bbm tanpa henti selama berbulan-bulan.

Sahabat saya bukan tidak move on. Tetapi menjalin suatu hubungan sangat lama dengan seseorang dan berujung disakiti, jelas membuatnya lebih hati-hati. Sebenarnya hatinya sudah biasa saja. Hatinya sudah tidak sakit tapi tak mau beramah tamah lagi. Dia mengenal cukup banyak laki-laki baru, namun belum memiliki tujuan lebih.

Sejatinya cinta tak pernah mati namun berpindah. Seberapa besarnya rasa cinta pada seseorang dulu, tetap membekas meski cintanya tak lagi disitu. Cinta itu akan bergerak kembali karena tidak ada orang yang benar-benar mencintai masa lalu. Cinta sahabat saya akhirnya berjalan pada seorang laki-laki yang tak jauh dari lingkup kehidupannya. Berawal dari tulisan si laki-laki yang menawan, pendidikan yang bagus serta pekerjaannya yang menjamin saat ini. Tetapi bukan itu saja. Laki-laki yang disukai sahabat saya juga berwawasan luas karena kegemarannya membaca. Awalnya itu hanya rasa suka belaka. Saya mengira itu hanya tipu-tipuan saja. Tetapi melihat dia yang terlampau sering melakukan hal tak wajar saat berkomunikasi dan bertemu dengan laki-laki pujaannya, saya tahu dia memang jatuh cinta.

Awalnya saya kira dia memang jatuh cinta.
Sampai saya yakin dia memang cinta.

Bagaimana mungkin seseorang bisa mencintai orang lain meski tidak pernah ada komunikasi secara rutin?
Bagaimana bisa seseorang mencintai orang lain yang tak pernah bertemu, terpisah jarak yang terlalu lebar?

Saya ingin menoyor kepala dia untuk berhenti. Saya ingin berteriak di telinganya untuk bersikap realistis. Namun saat hendak melakukan itu, saya merasa malu sendiri. Dulu saya juga pernah mencintai seseorang yang tak pernah bertemu juga berkomunikasi basa-basi. Tetapi saya mencintai dia bertahun-tahun tanpa jeda. Lalu kenapa saya harus memaki sahabat saya?

Tidak ada yang tahu bagaimana rencana Tuhan. Entahlah, saya berpikir jika mencintai seseorang sepenuh hati dan ingin memilikinya, saya yakin semesta akan mendukung. Saya merasa suatu hari nanti yang benar-benar mencintai akan memiliki apa yang dicintai. Jika yang benar-benar mencintai tak mendapat apa yang dicintai, lebih karena dia kalah pada yang benar-benar mencintainya.

Jangan berhenti mencintai.
Tepatnya, jangan menyerah untuk tetap mencintai.
Tidak ada yang tahu, seberapa besar dukungan semesta untuk cinta yang begitu meluap-meluap memenuhi dunia ini. Mungkin saja, cinta itu hanya menunggu waktu yang pantas.

Bukankah tak menyerah mencintai seseorang tanpa pernah saling menatap dan bertukar sapa adalah cinta yang hebat?

Comments