Highlight
- Get link
- Other Apps
Labels
Dalam Sebuah Pemakaman
“Semoga kamu mau datang.”
Kamu memberikan undangan pernikahanmu kepadaku yang tidak
juga kutangkap hingga lima menit. Selama itu kita hanya saling pandang—aku yang
memandangmu dengan hancur dan kamu yang memandangku dengan... tidak tahu
bagaimana. Aku tertegun menelan kenyataan pahit bahwa hubungan kasih yang sudah
kita perjuangkan selama lima tahun lamanya harus terenggut hanya karena kita
tidak jodoh. Tunggu, bagaimana bisa kita tidak jodoh? Mungkin kita yang lengah.
Aku menyerah, menerima undangan warna cokelat muda yang
begitu terasa seperti neraka ketika kupegang. Kamu hanya tersenyum mengangguk
memungkas pertemuan kita, yang masih kusambut ekspresi datar penuh kehancuran
yang kusamarkan dalam raut kemarahan. Aku sama sekali tidak perlu membuka
undangan pernikahanmu. Aku sudah tahu segala detailnya, perkembangan persiapan
pernikahanmu dan segala tetek bengeknya sudah kutelusuri dengan mudah melalui
akun-akun media sosial calon istrimu. Ah, mendadak aku ingin muntah mengatakan
perempuan lain sebagai calon istrimu. Aku duduk terjatuh dalam tempat tidurku, rasanya ingin sekali mengeluarkan air mata. Sialnya, air mataku sudah kering sejak
perpisahan kita beberapa bulan lalu dan kemudian kamu akan menikah dengan teman
dekatmu. Aku tidak percaya bagaimana kita bisa menjadi tak jodoh. Tapi kamu
memang tiada lagi, kamu harus menjadi tokoh utama di hidup perempuan lain
setelah menamatkan skenariomu denganku. Kebencian membuat segalanya lebih
mudah. Aku bergegas mengganti pakaian dan pergi ke butik ternama, mencari
pakaian terbaik untuk tampil di hari bahagiamu dengan harapan kamu menyesal
tidak bersamaku. Bahkan kalau boleh, pernikahanmu batal saat itu juga.
***
Hari pernikahanmu tiba. Setelah beberapa hari lalu berkutat
dengan berbagai butik, aku sudah menemukan gaun yang kuanggap sangat pantas
kukenakan saat pesta bahagiamu. Kamu bahkan terlihat sedikit shock dengan busana serta atribut serba
hitam yang kugunakan di hari yang begitu berwarna dalam hidupmu. Aku maju
memberi jabat tangan paling busuk padamu dan pengantinmu, sama dengan
pengantinmu yang memberiku jabat tangan yang jahat. Bedanya, perempuan yang sudah
menjadi istri sahmu menyelipkan tawa kemenangan. Aku hanya membalas dengan
senyum sinis, menjauh dan mengamati kalian lekat-lekat. Di saat itulah air mata
yang sudah mengering tiba-tiba jatuh dengan cepat di pipiku. Segera aku
melarikan diri di balik para tamumu yang sedang mengobrol sambil menyantap
makanan. Aku menangis, terdengar retakan patah dari dalam hatiku. Sebelum tempat
yang kupijak bergoncang karena retakan dalam hati, aku memutuskan berlari.
Aku pergi dalam keadaan tidak pernah mengikhlaskanmu.
Paling banyak dibaca
[ REVIEW ] My Mister: Terima Kasih Ahjussi dan Lee Ji An
- Get link
- Other Apps
[ REVIEW ] Drama Korea A Love So Beautiful Buat Shin Sol-I dan Cha Heon
- Get link
- Other Apps
[ Review ] Drama Korea Itaewon Class: Menjadi Tim Oh Soo Ah
- Get link
- Other Apps
[ REVIEW ] Drama Korea School 2015: Who Are You setelah 7 Kali Menonton
- Get link
- Other Apps
Backpacker ke Singapura - Malaysia dan Hal-hal yang Harus Disiapkan
- Get link
- Other Apps
Comments
Post a Comment
Berikan komentarmu untuk tulisan ini, yuk! Btw kalau mau komen bisa lewat PC ya :)