Skip to main content

Highlight

Lebih Sakit Meninggalkan atau Ditinggalkan?

Sebuah Senja untuk Aku yang Kembali Jatuh Cinta


Aku pandangi birunya lautan di hadapanku. Kucari kamu di pantai yang belum banyak dijamah ini. Sementara manusia lain sibuk bercengkrama, kamu tetap menjadi diri sendiri. Tanpa takut pada matahari, kamu memejamkan mata di atas kursi.

Aku tersenyum.

Seseorang yang jatuh cinta memang sangat menggemaskan. Bagaimana bisa aku tersenyum karena kebiasaan burukmu?

Tidak ada yang terjadi di antara kita meski langit dan suara ombak sedang indah-indahnya. Aku menyesalinya, tapi lagi-lagi tersenyum atas nama cinta.

Ah, jika dipikir-pikir, sesungguhnya, aku tidak pernah punya ekspektasi tinggi tentangmu. Tidak pernah berharap kamu akan melakukan hal-hal luar biasa, karena tau kamu selalu melakukan sesuatu yang tepat. Sederhana tapi mengesankan.

Benar saja, saat matahari bersiap kembali ke peraduan, kamu membuka mata. Dengan tersenyum, kamu berjalan ke arahku. Rambutmu yang mulai panjang tertiup angin, jaketmu pun sudah tak terpasang rapi.

Tanpa banyak bicara kamu meraih tanganku dan membawaku melangkah bersamamu. Saat itu hatiku terasa akan meledak.

Aku bahagia.

"Kenapa akhirnya menerimaku?," katamu memulai pembicaraan sembari kita menginjakkan kaki di sepanjang pasir pantai untuk mencipta kenangan.

"Yah.. Kamu tau. Semakin ditahan, cinta justru semakin tumbuh subur," jawabku sungguh-sungguh.

Aku terdiam. Ingin rasanya bertanya alasanmu menyukaiku, tapi kukira pertanyaan itu terlalu klasik.

"Aku beruntung," katamu memecah monologku.

"Kenapa?"

"Karena bisa menemukan sesuatu dalam dirimu. Sesuatu yang berbeda, yang nggak bisa orang lain liat."

"Apa?"

"Dirimu yang sebenarnya. Ketakutan di balik tawamu. Derita di balik kehidupanmu. Kekuatanmu. Semuanya. Aku jatuh cinta."

Ada kesunyian dalam sedetik, dan aku tak sempat memberikan jawaban atas kata-kata romantismu.

"Aku selalu ingin menemanimu, memastikan kamu baik-baik aja."

Aku berhenti melangkah. Kupandangi matamu yang sayu itu dalam-dalam. Mata yang menghanyutkanku.

"Bagaimana bisa matamu terlihat sayu sepanjang waktu? Seolah aku melihat kesedihan yang sangat dalam, kehidupan yang tidak bisa aku selami," kataku sambil mulai memegang pipimu.

"Masa laluku buruk."

Kamu menyambut tanganku dan menggenggamnya erat.

Saat itulah aku menyadari, aku tak hanya jatuh cinta padamu tapi juga kehidupanmu. Aku menyukai masa lalumu yang entah semenyakitkan apa.

Lalu semesta seolah merestui perasaanku. Sore itu, warna langit indah sekali.

Comments