Skip to main content

Highlight

Lebih Sakit Meninggalkan atau Ditinggalkan?

Saya VS Matahari

Saya dan matahari tak berteman akrab. Saya bisa tidak tertidur sepanjang malam, namun menutup mata dengan mudahnya ketika matahari hendak terbit.


Saat masih duduk di bangku sekolah, saya memang tidak pernah tidur cepat. Bahkan saya muak menjawab panggilan Bapak dan Ibu yang menyuruh tidur dengan kata “Nanti!”. Namun tuntutan masuk sekolah jam tujuh pagi membuat saya mau tak mau menutup mata sebelum jam satu malam. Lalu saya sekolah dan hanya ketiduran di kelas beberapa kali meski menguap terlampau sering. Untuk waktu yang lama, saya pernah berteman dengan matahari.

Tepat ketika menjadi mahasiswa dengan jadwal kuliah yang tak menyuruh saya bangun terlalu pagi, akhirnya saya dan matahari menjadi jauh. Bahkan kami kadang tidak bertemu. Ketika matahari menghiasi langit saya merasa mengantuk yang amat sangat dan saat matahari pergi ke belahan bumi yang lain mata saya terbuka.

Hampir  setiap malam saya merasa frustasi. Memejamkan mata dan tak berhasil, lalu melakukan kegiatan. Merasa lelah dan memejam lagi, namun tak berhasil jua. Kemudian saya pergi melakukan kegiatan lagi. Begitu seterusnya sampai waktu subuh hampir habis karena hadirnya matahari, lalu saya tertidur. Sangat pulas dan mampu menghabiskan waktu hingga matahari tepat di atas kepala. Tidak jarang, saya melanjutkan tidur lagi di sore hari. Meski cukup banyak pada suatu hari saya beraktivitas hingga merasa begitu lelah dan memiliki pikiran akan tidur cepat, kenyataannya ketika malam hari mata saya baik-baik saja.

Orang-orang berkata saya tukang tidur. 

Orang-orang tidak tahu.
Bahwa saya begitu iri dengan mereka yang memiliki waktu tidur yang baik.

Comments