Skip to main content

Highlight

Lebih Sakit Meninggalkan atau Ditinggalkan?

Pindah Part 1: Saya Tidak Suka Meninggalkan

 


"Saya nggak kepikiran untuk menetap di kota baru lagi."

Saya mendapat tawaran untuk pindah kota meninggalkan tempat yang sudah saya tinggali nyaris 11 tahun. Seiring dengan itu, saya juga harus meninggalkan orang-orang yang sudah bersama saya selama hampir lima tahun.

Tentu saya punya rencana pindah dalam waktu dekat, tetapi bukan ke Jakarta di mana mimpi-mimpi saya pernah hidup di sana. Saya sudah punya rencana lain, tapi ternyata rencana manusia memang banyak gagalnya.

Dari perjalanan 29 tahun hidup, mungkin ini adalah momen yang paling bikin saya nggak nyangka akan terjadi; Pindah kota perantauan lagi. 

Semakin percaya rumus hidup ini, kalau belum waktunya ya belum, mau sekeras apapun berusaha.

Bertahun-tahun lalu saya berusaha untuk bisa mengejar mimpi di Jakarta, tetapi waktnya nggak ada sampai semuanya terkubur dalam, bahkan hilang. Tapi tahun ini, saya pindah kota dalam waktu dua minggu, secepat kilat bahkan tanpa saya berhasil mencerna semua ini.

Pindah kota. Meninggalkan semua kenyamanan dalam hidup. Berputar arah yang saya nggak tau tujannya akan ke mana.

"Mbak, ini kayanya karena doa saya kurang spesifik deh. Iya sih emang pengen pindah kota, tapi dalam bayangan saya tuh bukan gini...." curhat saya ke temen kantor.

Jujur, 2022 lalu adalah tahun paling membosankan. Sudah hampir empat tahun di lingkungan dan kota yang sama, sedangkan saya nggak pernah bertahan selama itu di satu tempat. 2022 terlalui dengan banyak sambat dan ucapan-ucapan ingin pindah kota. Padahal, saya hanya bosan dengan rutinitas yang sama.

Tentu saya nggak sambat aja tanpa aksi. Saya merencanakan banyak hal untuk mengatasi kebosanan, salah  satunya adalah WFH dari kota lain selama dua minggu.Tapi tiba-tiba, kantor sudah mulai full WFO yang membuat saya gagal keluar dari rutinitas. Sempet kepikiran unpaid leave sebulan aja, eh kebijakan itu nggak ada. Suatu hari di tengah rasa frustasi saya ngomong aja gitu ke temen tanpa pikiran apa-apa: Pengen deh pindah kota, tiga bulan aja.

Terjadi, Guys. Ternyata ada malaikat lewat waktu itu. Tau gitu kan nyeletuk diangkat jadi kakaknya Rafathar.

Jadi, ada satu kesempatan yang mengharuskan saya pindah kota tiga bulan ke kota impian saya dulu, Jakarta. Bahkan ketika saya kasih kabar ke temen saya, dia pun kaget dan cuma bisa bilang, "Kamu habis ngelakuin amalan apa sampai omongan kamu terwujud?"

Ya kayanya itu hadiah Tuhan karena 2022 banyak nangisnya.

Saya pun menikmati rutinitas baru selama tiga bulan, bertemu banyak orang yang selama ini jarang saya temui, dan pergi ke banyak tempat sebelum akhirnya pulang.

Iya saya pulang, tapi ternyata untuk berpamitan.

Akhir Januari, perjalanan saya dari Jakarta menuju Jogjakarta bukan lagi perjalanan yang menyenangkan. Saat itu saya tau harus mulai menyusun ulang rencana hidup saya, mulai bersiap mengucapkan selamat tinggal dengan benar, dan menikmati setiap waktu tersisa di zona nyaman selama bertahun-tahun.

Saya nggak nyangka, rutinitas yang sepanjang tahun kemarin saya kritik tidak henti-henti ternyata jadi rumah menyenangkan dan saya rindukan setelah tiga bulan pergi.

Ada banyak tawa yang nggak akan sama menyenangkannya lagi di tempat lain. Ada kenyamanan untuk diri saya yang nggak tau akan bisa saya dapatkan lagi atau nggak.

Satu-satunya yang menguatkan untuk mengambil keputusan pindah adalah jurnal saya sepanjang tahun 2022. Di sana tertulis jelas perasaan saya yang bisa jadi akan saya rasakan lagi dalam beberapa bulan ke depan. Jadi saya memutuskan pindah, dengan entah tujuan apa.

Tapi ya saya nggak pernah nyangka akan menangis sangat banyak ketika akhirnya mulai bersiap meninggalkan. Sejak terakhir kali meninggalkan Kota Solo, saya nggak suka meninggalkan karena momen itu kita membuat kita jadi tau kebaikan orang--orang sama kita yang justru bikin makin sedih.

Baca: Pertemuan, Kebersamaan, dan Perpisahan

Dan sekarang terjadi lagi.

Dua minggu mempersiapkan perpisahan, saya melihat kebaikan hati orang-orang yang selama ini udah sama saya dalam waktu lama. Saya udah mulai kangen padahal belum pisah. Saya bahkan masih di antara percaya dan nggak percaya kalau akan menjalani hari-hari nggak sama mereka.


Tapi, tau ngga apa bagian yang paling sedih?

Ternyata momen paling sedih adalah ketika ternyata saya nggak bisa menyampaikan terima kasih secara langsung ke orang-orang yang udah bersama saya selama ini, karena tentu saya bakal nangis kejer.

Ada banyak sekali orang baik yang ingin saya ucapkan terima kasih atas perannya dalam hidup saya, tetapi saya tau nggak akan mampu mengucapkannya tanpa menangis.

Dan akhirnya, semua perasaan terima kasih itu cuma bisa saya bawa dalam perjalanan pindah saya. 

Comments