Skip to main content

Highlight

Lebih Sakit Meninggalkan atau Ditinggalkan?

Hari ke-6: Matahari yang Berwujud Kamu

Ketika kutulis ini, tetes-tetes air sedang jatuh secara serempak ke bumi bagianku berpijak.
Di sana bagaimana?

Sumber Visual: 

Aku belum sempat memamerkan jas hujan yang baru saja kubeli tapi kamu sudah terlanjur pergi. Padahal waktu itu adalah pertama kalinya aku membeli jas hujan, sepanjang 21 tahun hidupku.

Kamu tahu aku sangat menyukai hujan. Bahkan aku mencintai kehujanan. Kukatakan padamu hujan selalu romantis. Aku tidak jujur. Maka kali ini akan kukatakan yang belum sempat terucap karena kepergianmu.

Dahulu pernah ada laki-laki yang amat kucintai, yang namanya menembus bagian terdalam hati. Sayangnya, kisah cintaku tidak berakhir bahagia atau setidaknya berjalan lancar sedikit saja. Maka kukenang segala carut marut kisahku dengannya dalam setiap tetes hujan yang jatuh. Aku selalu menunggu-nunggu datangnya hujan hanya untuk merayakan setiap tetes cintaku yang berujung kenangan saja.


Hingga kamu datang dengan cahayamu yang aku sambut. Bahkan aku pun terpana dengan diriku yang menerima kamu ketika menyingkirkan awan hitam yang biasanya kunanti-nantikan. Baru kamu.

Sejak saat itu aku tidak suka jika langit mulai tampak murung dan hendak menangis. Aku mulai benci jika akan basah karena tetes air hujan. Kadang aku menggerutu, juga sering aku mengumpat. Aku tidak suka hujan lagi.

Berkat kamu yang menyusup perlahan demi perlahan, pagi hari menjadi begitu indah, siang yang terik tetap menyenangkan, langit senja sewarna dengan hatiku, dan langit malam yang bersih menenangkan waktuku. Aku berani bertaruh bahwa kamu memang seindah itu. Kamu memang membuat hari-hari menjadi cerah, masa depan pun seolah tak mendung lagi. Baru kamu.

Kepada kamu.

Saat waktuku untuk bertemu kamu sudah habis aku tidak menangis meski hatiku meronta. Aku tidak memikirkan ketakutan akan banyak hal meski tidak tahu entah kapan lagi akan bertemu denganmu, atau mungkin tidak akan lagi. Biasanya aku tak seperti itu. Tapi aku baik-baik saja ketika kamu datang untuk pergi dengan cepatnya dalam hidupku. Tidak biasanya aku mengenang seseorang yang kurindu dengan senyum membara sembari melihat alam semesta yang biasa kamu puji keindahannya. Karena aku tahu selama langit cerah menyelimuti semesta, kamu baik-baik saja di bagian bumi yang tak bisa kulihat.

Benar kan kamu baik-baik saja di sana?

Comments