Skip to main content

Highlight

Lebih Sakit Meninggalkan atau Ditinggalkan?

Selamat Tahun Baru

Waktu melakukan perpindahan.
Maka berushalah pindah ke tempat yang lebih baik lagi.


Pandanganku terfokus pada sepasang kekasih yang tengah berbagi tawa di bawah sebuah pohon  yang tak cukup besar tetapi pastilah memberikan keteduhan luar biasa. Entah mengapa setiap melihat mereka membuat hatiku tersenyum tanpa sedikit pun penyesalan, dan kadang aku tertawa dari jauh saja ketika tak sengaja bertemu mereka. Si laki-laki melihatku dan melambaikan tangan, kemudian berjalan mendekat ke arahku. Sebagai teman lama, dia pasti selalu berusaha menyapa meski membicarakan hal-hal yang tidak penting. Aku bersiap menyambutnya dan mati-matian membuat diriku terlihat biasa saja. Sebenarnya aku memang biasa saja,  tetapi entahlah, aku takut terlihat tidak biasa. Dan ketika dia menyapa dan menjabat tanganku, pertanyaan klasik muncul dari mulut kami masing-masing, “lagi ngapain?

Dia tahu aku memang sering bolak-balik di gedung itu dengan urusanku, aku pun tahu dia juga akan sering terlihat di mana-mana dengan dunianya. Tetapi kalimat “Lagi ngapain?” cukuplah sebagai tanda kesopanan kami.

Aku melihat dia bahagia. Dengan hidupnya. Dengan kekasihnya. Dengan dunianya sekarang. Dia yang kutulis saat tahun baru dua tahun lalu bukanlah dia yang kukenal dulu. Dia sudah berubah, dia sudah pindah pada banyak hal. Dia ribuan langkah lebih maju ketimbang aku, padahal dulu dia lebih kelabu dariku.

“Senyummu masih sama.”

Sempurna. Dia masih sama, tidak pernah berbicara dengan kalimat yang wajar saja. Aku hanya memaksakan senyum karena paham benar maksud dari ucapannya—yang orang lain tidak akan paham. Dia mengatakan bahwa aku belum move on dengan bahasa yang lain.

Kembali aku teringat pada masa kami. 

Dibanding dia, ternyata aku memang tidak maju barang selangkah pun. Dia berhasil move on dan mendapatkan kebahagiaannya pada akhirnya. Sedangkan aku masih menjalani proses move on dan belum memetik hasilnya.

Ketika menatapnya aku tidak pernah menyesali pilihanku dulu mengenai dia. Setiap mendapati dia sedang bersama kekasihnya kadang aku bergumam “Andai dulu” tetapi kemudian tertawa. Pada kenyataannya mungkin dia memang tidak pernah cocok untukku, dan aku bukan orang yang tepat baginya. Hanya saja kadang ketika mengingat kenangan pada masa kami, aku bisa merasakan dia membekas.

Dia yang kini, menyadarkan bahwa aku belum sepenuhnya move on. Dalam banyak hal. Bahkan mungkin termasuk padanya. Hingga untuk tahun 2015, aku memutuskan untuk move on, pada segala hal yang lebih baik.

Comments